MEMBACA AL-QUR’AN DAN PROPORSI MENGKHATAMKANNYA Perspektif H.R. Ibnu Majah, No.: 1.363
Abstract
Fenomena semakin meningkatnya animo masyarakat terhadap Al-Qur’an dalam beberapa waktu belakangan ini merupakan hal yang sangat menggembirakan. Meskipun demikian halitu masih menyisakan pertanyaan, apakah fenomena tersebut yang ditandai dengan menjamurnya lembaga-lembaga ataupun munculnya konten-konten media sosial (semisal Youtube) tentangtahsin, tahfizh, dan program One Day One Juz, sudah serta merta menjadikan masyarakatmenjadi berperilaku (berakhlak) Qur’ani?
Tulisan ini disiapkan dengan melakukan pengamatan terhadap contoh terbaik generasi Qur’ani yaitu generasi Sahabat di masa Rasulullah SAW, melalui tinjauan hadits Nabi SAW yang terkait dengan antusiasnya Sahabat dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Tinjauan hadits dalam Sunan Ibnu Majah menunjukkan, bahwa dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an para Sahabat sudah terbiasa menyelesaikan bacaan Al-Qur’an seluruhnya (mengkhatamkan) dalam waktu sebulan, sepuluh hari, tujuh hari, atau tidak kurang dari tiga hari. Bahkan interaksi para Sahabat dengan Al-Qur’an tersebut lebih dari sekedar “membaca” dan mengkhatamkannya. Para Sahabat menghafalkan Al-Qur’an dan membacanya dengan disertai pemahaman, kemudian mengamalkannya.
Masyarakat saat ini, hendaknya tidak cukup berpuas diri hanya dengan membaca dan membaguskan bacaan Al-Qur’an saja (tahsin), atau menghafalkannya saja (tahfizh). Melainkan membacanya disertai juga dengan mentadabburi maknanya sehingga diperoleh pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur’an, lalu mengamalkannya. Sehingga terbentuk generasi Qur’ani, yaitu generasi yang menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah SWT.